Jumat, 24 Juni 2016

Jurnal 3

ANALISIS JURNAL 3
Topik/Tema                 : Good Corporate Governance
Judul                           : “Good Corporate Governance dan Penerapannya di Indonesia”
Nama Penulis/Peneliti : Thomas S. Kaihatu
Hasil Analisis Jurnal    :

Istilah Good Corporate Governance(GCG) kian popular. Pertama, GCG merupakan salah satu kunci sukses perusahaan untuk tumbuh dan menguntungkan dalam jangka panjang, sekaligus memenangkan persaingan bisnis global. Kedua, krisis ekonomi di kawasan Asia dan Amerika Latin yang diyakini muncul karena kegagalan penerapan GCG (Daniri, 2005). Pada tahun 1999, kita melihat negara-negara di Asia Timur yang sama-sama terkena krisis mulai mengalami pemulihan, kecuali Indonesia. Harus dipahami bahwa kompetisi global bukan kompetisi antarnegara, melainkan antarkorporat di negaranegara tersebut. Jadi menang atau kalah, menang atau terpuruk, pulih atau tetap terpuruknya perekonomian satu negara bergantung pada korporat masing-masing (Moeljono, 2005).

Terdapat empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep Good Corporate Governance, yaitu fairness,  transparency,  accountability, dan responsibility. Keempat komponen tersebut penting karena penerapan prinsip Good Corporate Governance secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan. Pada umumnya perusahaan-perusahaan yang telah berhasil dalam menerapkan GCG menggunakan pentahapan berikut (Chinn, 2000; Shaw,2003). 1)Tahap Persiapan, 2)Tahap Implementasi, 3)Tahap evaluasi.

Krisis ekonomi yang menghantam Asia telah berlalu lebih dari delapan tahun. Krisis ini ternyata berdampak luas teutama dalam merontokkan rezimrezim politik yang berkuasa di Korea Selatan, Thailand, dan Indonesia. Ketiga Negara yang diawal tahun 1990-an dipandang sebagai “the Asian tiger”, harus mengakui bahwa pondasi ekonomi mereka rapuh, yang pada akhirnya merambah pada krisis politik. Setelah delapan tahun, sejak krisis tersebut melanda, kita sekarang dapat melihat pertumbuhan kembali Negara-negara yang amat terpukul oleh krisis tersebut. Korea Selatan yang pernah terjangkit kejahatan financialyang melibatkan para eksekutif puncak perusahaan-perusahaan blue-chip, kini telah pulih. Perkembangan yang sama juga terlihat dengan Thailand maupun Negara-negara ASEAN lainnya. Bagaimana dengan Indonesia?. Era pascakrisis ditandai dengan goncangan ekonomi berkelanjutan. Mulai dari restrukturisasi sektor perbankan, pelelangan asset para konglomerat, yang berakibat pada penurunan iklim berusaha (Bakrie,2003). Kajian yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) menunjukkan beberapa faktor yang member kontribusi pada krisisdi Indonesia. Pertama, konsentrasi kepemilikan perusahaan yang tinggi; kedua, tidak efektifnya fungsi pengawasan dewan komisaris, ketiga; inefisiensi dan rendahnya transparansi mengenai prosedur pengendalian merger dan akuisisi perusahaan; keempat, terlalu tingginya ketergantungan pada pendanaan eksternal; dan kelima, ketidak memadainya pengawasan oleh para kreditor.

Dari berbagai hasil penelitian lembaga independen menunjukkan bahwa pelaksanan Corporate Governance di Indonesia masih sangat rendah, hal ini terutama disebabkan oleh kenyataan bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia belum sepenuhnya memiliki Corporate Culturesebagai inti dari Corporate Governance. Pemahaman tersebut membuka wawasan bahwa korporat kita belum dikelola secara benar, atau dengankata lain, korporat kita belum menjalankan governansi.

# Jurnal Manajemen Dan Kewurausahaan, VOL.8, NO.1. MARET 2006. Staf Pengajar Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Petra Surabaya

Tulisan Ini Adalah Salah Satu Bentuk Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Akuntansi Internasional

Ditulis oleh     : A. Anggraini
Dosen              : Jessica Barus


UNIVERSITAS GUNADARMA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar