Etika Bisnis merupakan suatu rangkaian
prinsip / aturan / norma yang harus diikuti apabila menjalankan bisnis (Jeff
Madura, 2001). Etika bisnis terkait dengan masalah penilain terhadap kegiatan
dan perilaku bisnis yang mengacu pada kebenaran atau kejujuran berusaha
(bisnis). Kebenaran disini yang dimaksud adalah etika standar yang secara umum
dapat diterima dan diakui prinsip-prinsipnya baik oleh masyarakat, perusahaan
dan individu.
Definisi etika bisnis sendiri sangat beraneka
ragam tetapi memiliki satu pengertian yang sama, yaitu pengetahuan tentang tata
cara ideal pengaturan dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan
moralitas yang berlaku secara universal dan secara ekonomi/sosial, dan
penerapan norma dan moralitas ini menunjang maksud dan tujuan kegiatan bisnis
(Muslich,1998:4). Beberapa ahli ada juga yang mendefinisikan etika bisnis
sebagai batasan- batasan sosial, ekonomi, dan hukum yang bersumber dari
nilai-nilai moral masyarakat yang harus dipertanggungjawabkan oleh perusahaan
dalam setiap aktivitasnya (Amirullah & Imam Hardjanto, 2005).
1. Lingkungan bisnis yang mempengaruhi Perilaku Etika
Lingkungan
bisnis adalah segala sesuatu yang mempengaruhi aktivitas bisnis dalam suatu
lembanga organisasi atau perubahan. Faktor – faktor yang mempengaruhi
lingkungan bisnis adalah :
1. Lingkungan internal
Segala
sesuatu didalam organisasi atau perusahaan yang akan mempengaruhi organisasi
atau perusahaan tersebut.
2. Lingkungan Eksternal
Segala
sesuatu di luar batas-batas organisasi atau perusahaan yang mempengaruhi
organisasi atau perusahaan.
Perubahan
lingkungan bisnis yang semakin tidak menentu dan situasi bisnis yang semakin
komperatif menimbulkan pesaingan yang semakin tajam, ini di tandai dengan
semakin banyaknya perusahaan milik pemerintah atau swasta yang didirikan baik
itu perusahaan berskala besar, perusahaan menengah, maupun perusahaan berskala
kecil.
Tujuan
dari sebuah bisnis kecil adalah untuk tumbuh dan
menghasilkan uang.Untukmelakukan itu, penting bahwa semua karyawan di
papan dan bahwa kinerja mereka dan perilaku berkontribusi pada kesuksesan
perusahaan.Perilaku karyawan, bagaimanapun, dapat dipengaruhi oleh faktor
eksternal di luar bisnis.Pemilik usaha kecil perlu menyadari faktor-faktor dan
untuk melihat perubahan perilaku karyawan yang dapat sinyal masalah, antara
lain:
1. Budaya Organisasi
Keseluruhan
budaya perusahaan dampak bagaimana karyawan melakukan diri dengan rekan kerja,
pelanggan dan pemasok. Lebih dari sekedar lingkungan kerja, budaya organisasi
mencakup sikap manajemen terhadap karyawan, rencana pertumbuhan perusahaan dan
otonomi / pemberdayaan yang diberikan kepada karyawan. “Nada di atas” sering
digunakan untuk menggambarkan budaya organisasi perusahaan. Nada positif dapat
membantu karyawan menjadi lebih produktif dan bahagia. Sebuah nada negatif
dapat menyebabkan ketidakpuasan karyawan, absen dan bahkan pencurian atau
vandalisme.
2. Ekonomi Lokal
Melihat
seorang karyawan dari pekerjaannya dipengaruhi oleh keadaan perekonomian
setempat. Jika pekerjaan yang banyak dan ekonomi booming, karyawan secara
keseluruhan lebih bahagia dan perilaku mereka dan kinerja cermin itu. Di sisi
lain, saat-saat yang sulit dan pengangguran yang tinggi, karyawan dapat menjadi
takut dan cemas tentang memegang pekerjaan mereka.Kecemasan ini mengarah pada
kinerja yang lebih rendah dan penyimpangan dalam penilaian. Dalam beberapa
karyawan, bagaimanapun, rasa takut kehilangan pekerjaan dapat menjadi faktor
pendorong untuk melakukan yang lebih baik.
3. Reputasi Perusahaan dalam Komunitas
Persepsi
karyawan tentang bagaimana perusahaan mereka dilihat oleh masyarakat lokal
dapat mempengaruhi perilaku. Jika seorang karyawan menyadari bahwa
perusahaannya dianggap curang atau murah, tindakannya mungkin juga seperti itu.
Ini adalah kasus hidup sampai harapan. Namun, jika perusahaan dipandang sebagai
pilar masyarakat dengan banyak goodwill, karyawan lebih cenderung untuk
menunjukkan perilaku serupa karena pelanggan dan pemasok berharap bahwa dari
mereka.
4. Persaingan di Industri
Tingkat
daya saing dalam suatu industri dapat berdampak etika dari kedua manajemen dan
karyawan, terutama dalam situasi di mana kompensasi didasarkan pada pendapatan.
Dalam lingkungan yang sangat kompetitif, perilaku etis terhadap pelanggan dan
pemasok dapat menyelinap ke bawah sebagai karyawan berebut untuk membawa lebih
banyak pekerjaan. Dalam industri yang stabil di mana menarik pelanggan baru
tidak masalah, karyawan tidak termotivasi untuk meletakkan etika internal
mereka menyisihkan untuk mengejar uang.
2. Kesaling - tergantungan antara
bisnis dan masyarakat
Bisnis melibatkan hubungan ekonomi
dengan banyak kelompok orang yang dikenal sebagai stakeholders,
yaitu pelanggan, tenaga kerja, stockholders, suppliers, pesaing,
pemerintah dan komunitas. Oleh karena itu para pebisnis harus mempertimbangkan
semua bagian dari stakeholders dan bukan hanya stockholdernya saja. Pelanggan,
penyalur, pesaing, tenaga kerja dan bahkan pemegang saham adalah pihak yang
sering berperan untuk keberhasilan dalam berbisnis.
Lingkungan bisnis yang mempengaruhi perilaku
etika adalah lingkungan makro dan lingkungan mikro. Sebagai bagian dari
masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata
hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu membawa serta
etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesama
pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung
maupun tidak langsung. Dengan memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu
dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola
hubungan yang bersifat interaktif.
Etika bisnis merupakan penerapan
tanggung jawab sosial suatu bisnis yang timbul dari dalam perusahaan itu
sendiri. Bisnis selalu berhubungan dengan masalah-masalah etis dalam melakukan
kegiatan sehari-hari. bisnis dengan masyarakat umum juga memiliki etika
pergaulan yaitu etika pergaulan bisnis.Etika pergaulan bisnis
dapat meliputi beberapa hal antara lain adalah:
a. Hubungan antara bisnis dengan
langganan / konsumen
Hubungan
antara bisnis dengan langgananya adalah hubungan yang paling banyak dilakukan,
oleh karena itu bisnis haruslah menjaga etika pergaulanya secara baik. Adapun
pergaulannya dengan langganan ini dapat disebut disini misalnya saja :
- Kemasan yang berbeda-beda membuat konsumen sulit untuk membedakan atau mengadakan perbandingan harga terhadap produknya.
- Bungkus atau kemasan membuat konsumen tidak dapat mengetahui isi didalamnya,
- Pemberian servis dan terutama garansi adalah merupakan tindakan yang sangat etis bagi suatu bisnis.
b. Hubungan dengan karyawan
Manajer
yang pada umumnya selalu berpandangan untuk memajukan bisnisnya sering kali
harus berurusan dengan etika pergaulan dengan karyawannya. Pergaulan bisnis
dengan karyawan ini meliputi beberapa hal yakni : Penarikan (recruitment),
Latihan (training), Promosi atau kenaikan pangkat, Tranfer, demosi (penurunan
pangkat) maupun lay-off atau pemecatan / PHK (pemutusan hubungan kerja).
c. Hubungan antar bisnis
Hubungan
ini merupakan hubungan antara perusahaan yang satu dengan perusahan yang lain.
Hal ini bisa terjadi hubungan antara perusahaan dengan para pesaing, grosir,
pengecer, agen tunggal maupun distributor.
d. Hubungan dengan Investor
Perusahaan
yang berbentuk Perseroan Terbatas dan terutama yang akan atau telah “go publik”
harus menjaga pemberian informasi yang baik dan jujur dari bisnisnya kepada
para insvestor atau calon investornya. prospek perusahan yang go
public tersebut. Jangan sampai terjadi adanya manipulasi atau penipuan
terhadap informasi terhadap hal ini.
e. Hubungan dengan Lembaga-Lembaga
Keuangan
Hubungan
dengan lembaga-lembaga keuangan terutama pajak pada umumnya merupakan hubungan
pergaulan yang bersifat finansial.
3. Kepedulian Pelaku Bisnis
Terhadap Etika
Suatu perusahaan dalam berbisnis tidak
hanya bermaksud memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen. Namun mampu menyediakan
sarana-sarana yang dapat menarik minat dan perilaku membeli konsumen. Para
pelaku bisnis secara umum memiliki kepedulian terhadap masyarakat selain itu
juga harus memperhatikan karyawannya agar terjalin hubungan yang berkesinambungan
antara pelaku bisnis, karyawan dan masyarakat. Dengan begitu sebuah usaha dapat
mencapai tujuannya dan tentunya berkembang pesat. Misalnya seorang
pengusaha harus memperhatikan kesejahteraan karyawan ataupun golongan rendah
dan saat hari raya iba, konsumen diberikan hadiah atau bingkisan sehingga akan
terus berlangganan dengan kita.
Pada dasarnya, perusahaan memiliki
maksud dan tujuan bisnis yang sangat terkait erat dengan faktor-faktor berikut
:
- Pemenuhan kebutuhan
- Keuntungan usaha
- Pertumbuhan dan perkembangan yang berkelanjutan
- Mengatasi berbagai resiko
- Tanggungjawab social
4. Perkembangan dalam Etika Bisnis
Berikut
perkembangan etika bisnis menurut Bertens (2000):
1. Situasi Dahulu
Pada
awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain
menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara
dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
2. Masa Peralihan
Tahun
1960-an ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat
(AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap
establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan
khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum
dengan nama Business and Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate
social responsibility.
3. Etika Bisnis Lahir di AS
Tahun
1970-an sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di
sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas
krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di AS.
4. Etika Bisnis Meluas ke Eropa
Tahun
1980-an di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang
kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari
universitas serta sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics
Network (EBEN).
5. Etika Bisnis menjadi Fenomena Global
Tahun
1990-an tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan
di seluruh dunia. Telah didirikan International Society for Business,
Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.
5.
Etika Bisnis dan Akuntan
Dalam menjalankan profesinya seorang
akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama kode etik
Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia merupakan tatanan
etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk
berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga dengan masyarakat.
Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat atau sarana untuk klien,
pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau
mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian pertimbangan etika
sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi. Akuntansi sebagai profesi
memiliki kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan mengikuti etika
profesi yang telah ditetapkan. Kewajiban akuntan sebagai profesional mempunyai
tiga kewajiban yaitu; kompetensi, objektif dan mengutamakan integritas. Kasus
enron, xerok, merck, vivendi universal dan bebarapa kasus serupa lainnya telah
membuktikan bahwa etika sangat diperlukan dalam bisnis. Tanpa etika di dalam
bisnis, maka perdaganan tidak akan berfungsi dengan baik. Kita
harus mengakui bahwa akuntansi adalah bisnis, dan tanggung jawab utama dari
bisnis adalah memaksimalkan keuntungan atau nilai shareholder. Tetapi kalau hal
ini dilakukan tanpa memperhatikan etika, maka hasilnya sangat merugikan. Banyak
orang yang menjalankan bisnis tetapi tetap berpandangan bahwa, bisnis tidak
memerlukan etika. Dalam menciptakan etika bisnis, Dalimunthe (2004)
menganjurkan untuk memperhatikan hal sebagai berikut :
-
Pengendalian Diri
Artinya,
pelaku-pelaku bisnis mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak
memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku
bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang atau
memakan pihak lain dengan menggunakan keuntungan tersebut. Walau keuntungan
yang diperoleh merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga
harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang
“etik”.
-
Pengembangan Tanggung Jawab Sosial
(Social Responsibility)
Pelaku
bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya
dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks
lagi.
-
Mempertahankan Jati Diri
Mempertahankan
jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya
perkembangan informasi dan teknologi adalah salah satu usaha menciptakan etika
bisnis. Namun demikian bukan berarti etika bisnis anti perkembangan
informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan
untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan
budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.
-
Menciptakan Persaingan yang Sehat
Persaingan
dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi
persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya harus terdapat
jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah,
sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread
effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan
perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
-
Menerapkan Konsep “Pembangunan
Berkelanjutan”
Dunia
bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi
perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa datang.
-
Menghindari Sifat 5K (Katabelece,
Kongkalikong, Koneksi,Kolusi dan komisi)
Jika
pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan
terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk
permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan
nama bangsa dan negara.
-
Mampu Menyatakan yang Benar itu Benar
Artinya,
kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai
contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan “katabelece”
dari “koneksi” serta melakukan “kongkalikong” dengan data yang salah. Juga
jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi” serta memberikan “komisi” kepada
pihak yang terkait.
-
Menumbuhkan Sikap Saling Percaya antar
Golongan Pengusaha
Untuk
menciptakan kondisi bisnis yang “kondusif” harus ada sikap saling percaya
(trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah, sehingga
pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah
besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak
golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak
menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.
-
Konsekuen dan Konsisten dengan Aturan
main Bersama
Semua
konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila
setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa?
Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada “oknum”, baik
pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan “kecurangan”
demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan “gugur” satu
demi satu.
-
Memelihara Kesepakatan
Memelihara
kesepakatan atau menumbuh kembangkan Kesadaran dan rasa Memiliki terhadap apa
yang telah disepakati adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis. Jika
etika ini telah dimiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman
dan kenyamanan dalam berbisnis.
-
Menuangkan ke dalam Hukum Positif
Perlunya
sebagian etika bisnis dituangkan dalam suatu hukum positif yang menjadi
Peraturan Perundang-Undangan dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum dari
etika bisnis tersebut, seperti “proteksi” terhadap pengusaha lemah.
Jadi, segala sesuatu yang
mencakup Perilaku Etika dalam Bisnis yaitu Lingkungan bisnis yang
mempengaruhi Perilaku Etika, Kesaling - tergantungan antara bisnis dan
masyarakat, Kepedulian pelaku bisnis terhadap etika, Perkembangan dalam etika
bisnis dan Etika bisnis dan Akuntan. Kita harus mengakui bahwa akuntansi
adalah bisnis dan tanggung jawab utama dari bisnis adalah memaksimalkan
keuntungan atau nilai shareholder. Tetapi kalau hal ini dilakukan tanpa
memperhatikan etika, maka hasilnya sangat merugikan. Banyak orang yang
menjalankan bisnis tetapi tetap berpandangan bahwa, bisnis tidak memerlukan
etika.
6. CONTOH KASUS
Konflik
Buruh Dengan PT Megariamas
Sekitar
500 buruh yang tergabung dalam Serikat Buruh Garmen Tekstil dan Sepatu-Gabungan
Serikat Buruh Independen (SBGTS-GSBI) PT Megariamas Sentosa, Selasa (23/9)
siang ‘menyerbu’ Kantor Sudin Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans)
Jakarta Utara di Jl Plumpang Raya, Kelurahan Semper Timur, Kecamatan Koja,
Jakarta Utara. Mereka menuntut pemerintah mengambil tindakan tegas terhadap
perusahaan yang mempekerjakan mereka karena mangkir memberikan tunjangan hari
raya (THR).
Ratusan
buruh PT Megariamas Sentosa yang berlokasi di Jl Jembatan III Ruko 36 Q, Pluit,
Penjaringan, Jakut, datang sekitar pukuk 12.00 WIB. Sebelum ditemui Kasudin
Nakertrans Jakut, mereka menggelar orasi yang diwarnai aneka macam poster yang
mengecam usaha perusahaan menahan THR mereka. Padahal THR merupakan kewajiban
perusahaan sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Tenaga
Kerja No. 4/1994 tentang THR.
“Kami
menuntut hak kami untuk mendapatkan THR sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Dan jangan dikarenakan ada konflik internal kami tidak mendapatkan THR, karena
setahu kami perusahaan garmen tersebut tidak merugi, bahkan sebaliknya. Jadi
kami minta pihak Sudin Nakertrans Jakut bisa memfasilitasi kami,” jelas Abidin,
koordinator unjuk rasa ketika berorasi di tengah-tengah rekannya yang
didominasi kaum perempuan itu, Selasa (23/9) di depan kantor Sudin Nakertrans
Jakut. Sekedar diketahui ratusan buruh perusahaan garmen dengan memproduksi
pakaian dalam merek Sorella, Pieree Cardine, Felahcy, dan Young Heart untuk
ekspor itu telah berdiri sejak 1989 ini mempekerjakan sekitar 800 karyawan yang
mayoritas perempuan.
Demonstrasi
ke Kantor Nakertrans bukan yang pertama, sebelumnya ratusan buruh ini juga
mengadukan nasibnya karena perusahan bertindak sewenang-wenang pada karyawan.
Bahkan ada beberapa buruh yang diberhentikan pihak perusahaan karena dinilai
terlalu vokal. Akibatnya, kasus konflik antar buruh dan manajemen dilanjutkan
ke Pengadilan Hubungan Industrial. Karena itu, pihak manajemen mengancam tidak
akan memberikan THR kepada pekerjanya.
Mengetahui
hal tersebut, ratusan buruh PT Megariamas Sentosa mengadu ke kantor Sudin
Nakertrans Jakut. Setelah dua jam menggelar orasi di depan halaman Sudin
Nakertrans Jakut, bahkan hendak memaksa masuk ke dalam kantor. Akhirnya perwakilan
buruh diterima oleh Kasudin Nakertrans, Saut Tambunan di ruang rapat kantornya.
Dalam peryataannya di depan para pendemo, Sahut Tambunan berjanji akan
menampung aspirasi para pengunjuk rasa dan membantu menyelesaikan permasalahan
tersebut. “Pasti kami akan bantu, dan kami siap untuk menjadi fasilitator untuk
menyelesaikan masalah ini,” tutur Sahut.
Selain
itu, Sahut juga akan memanggil pengusaha agar mau memberikan THR karena itu
sudah kewajiban. “Kalau memang perusahaan tersebut mengaku merugi, pihak manajemen
wajib melaporkan ke pemerintah dengan bukti konkret,” kata Saut Tambunan kepada beritajakarta.com usai
menggelar pertemuan dengan para perwakilan demonstrasi.
Sesuai
peraturan, karyawan dengan masa kerja di atas satu tahun berhak menerima THR.
Sementara bagi karyawan dengan masa kerja di bawah satu tahun di atas tiga
bulan, THR-nya akan diberikan secara proporsional atau diberikan sebesar 3/12X1
bulan gaji. Karyawan yang baru bekerja di bawah tiga bulan bisa daja dapat
tergantung dari kebijakan perusahaan.
Saut
menambahkan, sejauh ini sudah ada empat perusahaan yang didemo karena mangkir
membayar THR. “Sesuai dengan peraturan H-7 seluruh perusahaan sudah harus
membayar THR kepada karyawannya. Karena itu, kami upayakan memfasilitasi. Untuk
kasus karyawan PT Megariamas Sentosa memang sedang ada sedikit permasalahan
sehingga manajemen sengaja menahan THR mereka. Namun, sebenarnya itu tidak
boleh dan besok kami upayakan memfasilitasi ke manajemen perusahaan.
Lebih
lanjut dikatakannya, untuk kawasan Jakarta Utara tercatat ada sekitar 3000
badan usaha atau perusahaan di sektor formal. Untuk melakukan monitoring,
pihaknya menugaskan 15 personel pengawas dan 10 personel mediator untuk
menangani berbagai kasus seperti kecelakaan kerja, pemutusan hubungan kerja,
tuntutan upah maupun upah normatif dan THR. “Kami masih kekurangan personel,
idealnya ada 150 personel pengawas dan 100 personel mediator,” tandas Saut
Tambunan.
Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar